Sejak kedatangan kami di kampus seni ini, kami disambut dengan hangat oleh beberapa pengurus HMJ teater. Mereka baik dan suasana yang bersinergi sangat nyaman untuk berkarya. Sempat aku lihat beberapa anak jurusan music dan etnomusikologi sedang belajar bermain Saksofone, gitar dan cello. Pakaian yang bebas ala anak seni bener-bener free pakai disini. Nggak aka nada dosen yang bakal marah gara-gara gak pakai baju berkerah, sepatu, dan pakaian yang sopan dan rapi sangat jarang dijumpai.
Kami belajar banyak disana. Nafas anjing yang bikin kepala pening, headstand yang susah dan aku sukses
ngelakuinnya. Yah walaupun posisi berdiri terbalik itu bikin tulang belakang
beberapa kali sukses kebanting kebelakang. Latihan make up lewat tengah malam
karena kudu nunggu mereka selesai latihan untuk pementasan drama sebagai tugas
akhir kakak tingkat mereka. Aku dan hanya beberapa orang dari sanggarku yang
masih bertahan asik belajar make up bareng maba teater ISI. Mereka udah ahli
rias wajah. Pagi dini hari itu juga aku sebagai model ujicoba harus rela
dimake-up-in. latihan selesai sekitar pukul empat pagi. Mata sudah mulai
kompromi sama tangan supaya kasih kode kalo ini terlalu pagi dan kami masih
belum tidur. Terima kasih untuk alif dan teman-teman yang mau berbagai dengan
kami.
Hari sebelumnya kami semua larut dalam diskusi bedah naskah “Ayo”. Naskah
yang sudah aku siapkan jauh-jauh hari sebelum berangkat. Dan kamu tau readers? Mereka berrhasil membuka
emikiran tentang teater. Pembicaraan itu membuka tiap bilik pemikiran kami yang
tertutup sebelumnya. Mengupas segitiga terbalik konflik, pendialogkan,
menyikapi SARA dalam artistik yang kami gunakan. Bahkan hal-hal yang remeh
temeh seperti halaman nol dalam sebuah naskah drama yang melatarbelakangi semua
inti pertunjukan sempat menjadi pembahasan paling hot sore hari.
Ilmu yang banyak kami dapatkan berkat belajar langsung dari Suhu-nya
telah memberi pencerahan agar karya kami bertambah kaya dan sarat dengan
nilai-nilai seni. Not only that, kita
juga berasa kaya secara nafsu makan. Lingkungan kampus ISI Jogja yang deket
sama pantai parang tritis juga bikin kantong anak-anak hampa kurus perlahan. Harga-harga
yang dipatok disana less than our
prediction. Kita bisa ngambil ini, itu, lauk ini, lauk itu, ayam ini, ayam
itu, makanannya juga enak. Walau agak manis dikit tapi masih kerasa cita rasa
masakan jawanya…tiga hari belajar bareng Suhu yang istimewa… sekalipun banyak
rencana yang terbatalkan.
Oia… malam pertama di ISI Jogja waktu itu, beberapa anak udah teller duluan.
Dan kita bersepuluh (Mas afdel, aku(rose), dewi, michin, andhika, ihsan, mbak
iin, plur, lutfi, ema) penasaran sama benteng kidul keraton jogja. Soalnya denting
kidul ada sepasang beringin kembar yang tumbuh berjajar, kalau kita berhasil
lewat tengah beringin dalam keadaan mata tertutup. Impian yang kita inginkan
bisa terwujud. Itu motivasi terbesar kita buat kesana.
Jalan kaki dari kilometer 6.5 parang tritis. Kami bersepuluh kepayahan. Udah
hampir dua jam kami jalan kaki, udah sekitar 10 km jalan tapi masih juga belum
sampai benteng kidul. Kita Cuma pake panduan jalan sama tanya keorang yang kami
jumpai dijalan. Kita sampai perempatan titik 0 km parangtritis, perempatan
prawirotaman dan masih belum ketemu juga sama benteng kidul… bingung ditambah
bingung, ,, cakep berasa capek… akhirnya kita nemu taksi yang bisa dikelabui. Taksi
min bus itu kita isi 10 orang. Dan Cuma bayar Rp 50.000 sampe depan gerbang ISI
Jogja.. hahaha….. lha koq nyampe sana ketemu anak teater ISI trus mereka bilang
kalo benteng kidul itu satu blok ke utara dari titik 0 km parangtritis. Sekitar
200meter…. Gila ble…. Iku cedhek banget… tiwas wes mbalik ndek ISI. Pagi dini
hari itu, 10 wajah terlihat lesu sambil nyesel tak berdaya…
Malam pertama sekaligus dua hari sebelum aku putuskan untuk go away alone……