post Istimewa

Sabtu, 25 Januari 2014

Should we go home? #Medan on last part

            If you have read my last post about Medan North Sumatera at part #6. I believe you know the last paragraph. Yeah… kita bertujuh (gue rosita, ratih “Micin”, Iin, Anisa “Pesut”, andhika, champin and ihsan) bertolak dari tuk-tuk ke pelabuhan parapat. Mencari tempat bernama kedamaian. Haha… kita naik ferri untuk menyeberangi danau. Gue ada di dek bawah sambil nungguin mas dika yang keliatannya sih sakit *hahaha*. Yang lainnya duduk di dek atas. Walaupun nggak sampai sehari di toba, yang penting kita udah bisa sampai sini. Dengan jerih payah sendiri pula… haha, perjalanan yang berhasil nguras beasiswa semester ini -_-

            Back to the topic, perjalanan ini bener-bener dimanfaatin buat foto-foto. Satu hal yang memungkinkan kita melakukannya diatas kapal. Sambil berdoa’a penuh syukur, posisiku yang mengharuskan stay dibawah sini harus dimanfaatkan dengan maksimal. Nggak bisa foto, video pun dapatlah…

            Sesaat sebelum check out dari penginapan, ihsan sempet minta tolong ke opung untuk mencarikan jasa sewa mobil dari parapat. Harganya sih lumayan, kondisi teman-teman sangat nggak memungkinkan untuk naik kendaraan umum. Termasuk untuk mengantarkan kami sampai kualanamu. Jaraknya terlalu jauh, bisa setengah hari ditempuh dengan mobil pribadi. Mobil dan sopir yang kami sewa dari parapat lumayan bikin kantong tambah kurus aja. It’s ok, avanza hitam kami meluncur dengan ringan ditanjakan parapat.

            Posisi duduk sudah diatur sedemikian rupa. Si andhika yang sakitnya tambah parah aja keliatan dari bibirnya nggak bisa diam dan selalu pingin muntah, sementara anak-anak yang lain masih tinggi suhu badannya. Termasuk michin dan mas champin. Pas perjalanan itu juga mas dika minta dibawa langsung ke pusat kesehatan, maunya sih rumah sakit. Tapi gue gak jamin ada rumah sakit didaerah sini deh. Beruntunglah sopir kami yang pengertian mau nganterin kita ke IGD Parapat. Setelah diperiksa, dokter bilang kalau tifusnya kambuh dan sebaiknya di opname. Gue yang notabene tukang bawa duit, tukang bawa kertas-kertas langsung berfikiran jauhhhh banget. Oh no, it’s danger dear…

            Langsung aja gue loby pak dokter supaya tetep ngasih infuse, Cuma nanti agar dilonggari cincinnya. Biar dalam waktu kurang dari dua jam kita udah bisa keluar dari IGD. Awalnya sih dokter kasih pertimabangan-pertimbangan. Tapi gue juga kasih pertimbangan. Nggak mungkin banget buat ketinggalan pesawat. It kill ourself there. Setelah pertarungan beberapa lontaran kata-kata, akhirnya tuh dokter mau kasih infuse dan sekitar satu jam setengah lagi infuse itu sudah masuk ke tubuh mas dika. Overall… jam satu siang kita udah bisa ninggalin rumah sakit. Sempet juga aku ngabari temen-temen yang ada di malang. Eh ternyata, kabarku malah bikin mereka bingung. Soalnya, gue juga bingung kudu mencari solusi bagaimana…. But, ok we check it now…

Tempat duduk udah ditata lagi. Mbak iin duduk didepan samping sopir, pesut, mas champin sama ihsan duduk di seat belakang. Sementara gue yang duduk dideretan seat tengah disamping michin dan mas dika slalu mencoba untuk tetep mengabadikan perjalanan lewat video. Awalnya lancar-lancar saja, perjalanan dalam perkebunan sawit dan hutan hijau yang sejuk itu sangat menyenangkan. Kera-kera berbaris diatas pagar pembatas jalan dan melihat sarimin (mas champin) yang terkekeh gila. Haha… Pelan tapi pasti, jalanan yang damai bikin kita semua tertidur. Kecuali gue yang kudu always on. Hehe… and suddenly you know what? Mas dika tiba-tiba membuka kaca mobil dan langsung Vomitting.

Mana dia duduknya dikursi pinggir kanan, jadi ketika dia buka kaca. Beberapa truk tronton bermuatan apalah itu… pada bunyiin klakson. Gue yang masih shock langsung main tarik baju mas dika dari belakang. Tapi dia nggak ada respon. Tetep aja vomiting lewat kaca mobil. Gue minta pak sopir supaya langsung berhenti di pinggir jalan. And he did well. Gag tau apa aja yang udah gue sama michin lempar ke kursi belakang. Jaket-jaket yang dipake andhika, tas, tisu, perbekalan dll. Pokoknya main lempar aja. Sampe ketum bisa agak lega dan akhirnya tukar posisi tempat duduk sama michin.

Kemudian saat mobil berjalan lagi, si pesut dengan setengah sadar. Ngomong begini…
Pesut: “loh, perasaan mas dika kayak duduk dipinggir kaca toh. Koq ketum pindah di tengah. Kapan pindahnya?”

Gue sama michin geleng-geleng kepala. Berarti rame-rame tadi anak-anak seat belakang nggak ada yang ngerasa. Dilempari barang-barang pun nggak ngerasa. Malah yang dilempar tadi dibuat selimut. Anak-anak geblek ~<+,+>~

            And our car  tetep melaju kearah airport lewat kab. Pematang siantar lanjut ke kab. Tebing tinggi. Lebih hinanya lagi, selain supaya kita pingin cepet sampai airport. Kita nggak kepikiran buat beli oleh-oleh. Cuma dua buah bika ambon.

            Sampai di airport tepat pukul 05.20 pm. Sambil nunggu konter check in. kita keliling bandara yang baru diresmikan ini. Keren sih, lebih besar, nyaman, semua fasilitas ada disini. Lalu kali ini jadi tugas pesut sama ratih buat ngantri check in, sebagian dorong troli, ada yang bagian bawa makanan dan tentu yang jagain mas dika. Soalnya pas di konter check in, pesut minta kursi roda ke kayangan. Kayangan ngabulin plus kasih kita seorang petugas yang bakal dorong mas dika. Jadilah kita berenam nggak bingung mau jalan kemana dibandara yang gede ini.

            Jalan lurus, Cuma perlu buka palang pintu pake barcode boarding pass. Oia, tax bandara di kualanamu yang gede ini masih lebih murah dari juanda atau Soetta loh. Habis turun dari escalator, kita langsung lewat pintu pemeriksaan. Karena sebelumnya belum pernah nyoba bagasi, tadi pas check in si pesut sama ratih pilih menggunakan fasilitas satu ini. Hehe.. oia, setelah lewat pintu pemeriksaan. Kita duduk dekat gate 10, jalan menuju kayangan.

            Pas lagi diatas, gue bisa liat pemandangan jauh lebih baik dari sebelumnya. Lampu-lampu yang bersinar bikina malam tambah beautifull. Dan tetep, gue nggak dapet tempat duduk samping jendela. Gue duduk ditengah, sedangkan mas dka duduk disamping aisle. Harapan kita bersama adalah berfoto dengan bendera teater Hampa didepan pesawat. Eh, ternyata gagal lagi.

            Setibanya di terminal tiga cengkareng, aku langsung nyari taxi atau mobil sewa. Lumayan dapat luxio, tapi tetep aja! Yang bisa naik mobil Cuma tiga orang, gue, mas dika sama mas champin yang emang lagi sakit juga. Sama semua ransel temen-temen. Empat orang harus jalan untuk menghindari pertambahan cost. Hehe..

            Jalanlah kita ke pelayanan kesehatan terdekat. Tepatnya di poliklinik soekarno-hatta, disamping utara masjid bandara. Malam itu juga gue langsung langsung gedor tuh pintu yang tertutup, eh, ternyata emang dikunci dari dalem. Maklum… gue terlalu bersemangat. Malam ini juga kami tidur di poliklinik bandara, kami tidur diranjang-ranjang pasien yang ada beberapa buah disana. Dan udah nggak peduli lagi sama “Mayat keceleakaan yg masuk tadi pagi dan di taruh dipendingin kamar mayat bandara” kata seorang penjaga.

            Kebetulan juga, yang jaga dipoliklinik seorang dokter keturunan batak dan seorang abang kelahiran aceh yang besar di medan. jadi mereka berdua mengerti tentang medan. malam itu juga, kami banyak ngobrol dengan abang orang medan itu. Cerita semuaaannyaaaa… tentang toba, penginapan, tempat yang layak dikunjungi, tempat yang memberikan harga paling murah, filosofi batak dan kain ulos + shortali…. And all of them sukses bikin kita tambh sakit hati. Seharusnya kita ketemu tuh abang pas mau berangkat. Bukan pas udah mau pulang kayak sekarang ini -_-

            Ada juga pengalaman seru si pesut. Pas mas dika baru diperiksa, dokter saranin supaya makan bubur. Tau kan! Klo jarak dari bandara ke M1 aja udah jauh. Beruntung petugas poliklinik ada yang mau nyari makan, kita bisa ikut beliau atau pinjam motor matic-nya. Nah, si pesut malah ikut bapaknya cari bubur ayam tengah malam naik ambulan keliling tanggerang. Terang sajalah kalau banyak orang yang liatin dia pas turun dari mobil ambulan dan tanya “Pak, bubur ayamnya masih ada?”

            Sumpah, gokil banget… untung nggak dikira kuntilanak penunggu mobil ambulan dia. Penjual yang didatengi pesut pada liat dia penuh tanda tanya. Mungkin juga takut.. haha

Siangnya jam 10, kita dapat sewaan Luxio. Mobil yang bakal ngantar kita bertolak dari cengkareng ke stasiun pasar senin. Diprediksi kita akan sampai Malang esok paginya. Eh, karena udah terlalu siang. Jalanan Jakarta macet banget, kita udah nggak mau ketinggalan kereta lagi. Mana kondisi beberapa ada yang tambah sakit. Utamanya kakak ketum. Beruntungnya lagi…. Sopir Luxio yang keren ini pinter bawa mobil dan sukses nganterin kita ke stasiun 15 menit sebelum kereta go on.

Lalalaalllaaa….. Malang kami datang. Walaupun di stasiun terakhir hanya tinggal 5 orang. Tapi gue sedikit seneng, setidaknya kekhawatiran utama gue nggak bakal terjadi. Semua bisa pulang dengan utuh sampai rumah dan kosannya masing-masing… yah, walaupun ternyata gue adalah orang terakhir yang tumbang didalam kereta karena gue sampai lupa sama kesehatan gue sendiri…

Terkadang suatu posisi/penghargaan yang tinggi bisa membuat kita bertambah semangat menjalankannya. Atau membuat kita jatuh tersungkur karena tidak mampu  menguasainya



---THE END---