If you have read my
last post about Medan North Sumatera at part #6. I believe you know the last
paragraph. Yeah… kita bertujuh (gue rosita, ratih “Micin”, Iin, Anisa “Pesut”,
andhika, champin and ihsan) bertolak dari tuk-tuk ke pelabuhan parapat. Mencari
tempat bernama kedamaian. Haha… kita naik ferri untuk menyeberangi danau. Gue ada
di dek bawah sambil nungguin mas dika yang keliatannya sih sakit *hahaha*. Yang
lainnya duduk di dek atas. Walaupun nggak sampai sehari di toba, yang penting
kita udah bisa sampai sini. Dengan jerih payah sendiri pula… haha, perjalanan
yang berhasil nguras beasiswa semester ini -_-
Back to the topic,
perjalanan ini bener-bener dimanfaatin buat foto-foto. Satu hal yang memungkinkan
kita melakukannya diatas kapal. Sambil berdoa’a penuh syukur, posisiku yang
mengharuskan stay dibawah sini harus dimanfaatkan dengan maksimal. Nggak bisa
foto, video pun dapatlah…
Sesaat sebelum check
out dari penginapan, ihsan sempet minta tolong ke opung untuk mencarikan jasa
sewa mobil dari parapat. Harganya sih lumayan, kondisi teman-teman sangat nggak
memungkinkan untuk naik kendaraan umum. Termasuk untuk mengantarkan kami sampai
kualanamu. Jaraknya terlalu jauh, bisa setengah hari ditempuh dengan mobil
pribadi. Mobil dan sopir yang kami sewa dari parapat lumayan bikin kantong
tambah kurus aja. It’s ok, avanza hitam kami meluncur dengan ringan ditanjakan
parapat.
Posisi duduk sudah
diatur sedemikian rupa. Si andhika yang sakitnya tambah parah aja keliatan dari
bibirnya nggak bisa diam dan selalu pingin muntah, sementara anak-anak yang
lain masih tinggi suhu badannya. Termasuk michin dan mas champin. Pas perjalanan
itu juga mas dika minta dibawa langsung ke pusat kesehatan, maunya sih rumah
sakit. Tapi gue gak jamin ada rumah sakit didaerah sini deh. Beruntunglah sopir
kami yang pengertian mau nganterin kita ke IGD Parapat. Setelah diperiksa,
dokter bilang kalau tifusnya kambuh dan sebaiknya di opname. Gue yang notabene
tukang bawa duit, tukang bawa kertas-kertas langsung berfikiran jauhhhh banget.
Oh no, it’s danger dear…
Langsung aja gue loby
pak dokter supaya tetep ngasih infuse, Cuma nanti agar dilonggari cincinnya. Biar
dalam waktu kurang dari dua jam kita udah bisa keluar dari IGD. Awalnya sih
dokter kasih pertimabangan-pertimbangan. Tapi gue juga kasih pertimbangan. Nggak
mungkin banget buat ketinggalan pesawat. It kill ourself there. Setelah pertarungan
beberapa lontaran kata-kata, akhirnya tuh dokter mau kasih infuse dan sekitar
satu jam setengah lagi infuse itu sudah masuk ke tubuh mas dika. Overall… jam
satu siang kita udah bisa ninggalin rumah sakit. Sempet juga aku ngabari
temen-temen yang ada di malang. Eh ternyata, kabarku malah bikin mereka
bingung. Soalnya, gue juga bingung kudu mencari solusi bagaimana…. But, ok we
check it now…
Tempat duduk udah ditata lagi. Mbak iin duduk didepan
samping sopir, pesut, mas champin sama ihsan duduk di seat belakang. Sementara gue
yang duduk dideretan seat tengah disamping michin dan mas dika slalu mencoba
untuk tetep mengabadikan perjalanan lewat video. Awalnya lancar-lancar saja,
perjalanan dalam perkebunan sawit dan hutan hijau yang sejuk itu sangat
menyenangkan. Kera-kera berbaris diatas pagar pembatas jalan dan melihat
sarimin (mas champin) yang terkekeh gila. Haha… Pelan tapi pasti, jalanan yang
damai bikin kita semua tertidur. Kecuali gue yang kudu always on. Hehe… and
suddenly you know what? Mas dika tiba-tiba membuka kaca mobil dan langsung Vomitting.
Mana dia duduknya dikursi pinggir kanan, jadi ketika
dia buka kaca. Beberapa truk tronton bermuatan apalah itu… pada bunyiin
klakson. Gue yang masih shock langsung main tarik baju mas dika dari belakang. Tapi
dia nggak ada respon. Tetep aja vomiting lewat
kaca mobil. Gue minta pak sopir supaya langsung berhenti di pinggir jalan. And he did well. Gag tau apa aja yang
udah gue sama michin lempar ke kursi belakang. Jaket-jaket yang dipake andhika,
tas, tisu, perbekalan dll. Pokoknya main lempar aja. Sampe ketum bisa agak lega
dan akhirnya tukar posisi tempat duduk sama michin.
Kemudian saat mobil berjalan lagi, si pesut dengan
setengah sadar. Ngomong begini…
Pesut: “loh, perasaan mas dika kayak duduk dipinggir kaca
toh. Koq ketum pindah di tengah. Kapan pindahnya?”
Gue sama michin geleng-geleng kepala. Berarti rame-rame tadi anak-anak
seat belakang nggak ada yang ngerasa. Dilempari barang-barang pun nggak
ngerasa. Malah yang dilempar tadi dibuat selimut. Anak-anak geblek
~<+,+>~
And our car tetep melaju
kearah airport lewat kab. Pematang siantar
lanjut ke kab. Tebing tinggi. Lebih hinanya lagi, selain supaya kita pingin
cepet sampai airport. Kita nggak
kepikiran buat beli oleh-oleh. Cuma dua buah bika ambon.
Sampai di airport tepat
pukul 05.20 pm. Sambil nunggu konter check in. kita keliling bandara yang baru
diresmikan ini. Keren sih, lebih besar, nyaman, semua fasilitas ada disini. Lalu
kali ini jadi tugas pesut sama ratih buat ngantri check in, sebagian dorong
troli, ada yang bagian bawa makanan dan tentu yang jagain mas dika. Soalnya pas
di konter check in, pesut minta kursi roda ke kayangan. Kayangan ngabulin plus
kasih kita seorang petugas yang bakal dorong mas dika. Jadilah kita berenam
nggak bingung mau jalan kemana dibandara yang gede ini.
Jalan lurus, Cuma perlu
buka palang pintu pake barcode boarding pass. Oia, tax bandara di kualanamu
yang gede ini masih lebih murah dari juanda atau Soetta loh. Habis turun dari escalator,
kita langsung lewat pintu pemeriksaan. Karena sebelumnya belum pernah nyoba
bagasi, tadi pas check in si pesut sama ratih pilih menggunakan fasilitas satu
ini. Hehe.. oia, setelah lewat pintu pemeriksaan. Kita duduk dekat gate 10,
jalan menuju kayangan.
Pas lagi diatas, gue
bisa liat pemandangan jauh lebih baik dari sebelumnya. Lampu-lampu yang
bersinar bikina malam tambah beautifull. Dan tetep, gue nggak dapet tempat
duduk samping jendela. Gue duduk ditengah, sedangkan mas dka duduk disamping aisle. Harapan kita bersama adalah
berfoto dengan bendera teater Hampa didepan pesawat. Eh, ternyata gagal lagi.
Setibanya di terminal
tiga cengkareng, aku langsung nyari taxi atau mobil sewa. Lumayan dapat luxio,
tapi tetep aja! Yang bisa naik mobil Cuma tiga orang, gue, mas dika sama mas
champin yang emang lagi sakit juga. Sama semua ransel temen-temen. Empat orang
harus jalan untuk menghindari pertambahan cost. Hehe..
Jalanlah kita ke
pelayanan kesehatan terdekat. Tepatnya di poliklinik soekarno-hatta, disamping
utara masjid bandara. Malam itu juga gue langsung langsung gedor tuh pintu yang
tertutup, eh, ternyata emang dikunci dari dalem. Maklum… gue terlalu
bersemangat. Malam ini juga kami tidur di poliklinik bandara, kami tidur
diranjang-ranjang pasien yang ada beberapa buah disana. Dan udah nggak peduli
lagi sama “Mayat keceleakaan yg masuk tadi pagi dan di taruh dipendingin kamar
mayat bandara” kata seorang penjaga.
Kebetulan juga, yang
jaga dipoliklinik seorang dokter keturunan batak dan seorang abang kelahiran
aceh yang besar di medan. jadi mereka berdua mengerti tentang medan. malam itu
juga, kami banyak ngobrol dengan abang orang medan itu. Cerita semuaaannyaaaa…
tentang toba, penginapan, tempat yang layak dikunjungi, tempat yang memberikan
harga paling murah, filosofi batak dan kain ulos + shortali…. And all of them
sukses bikin kita tambh sakit hati. Seharusnya kita ketemu tuh abang pas mau
berangkat. Bukan pas udah mau pulang kayak sekarang ini -_-
Ada juga pengalaman
seru si pesut. Pas mas dika baru diperiksa, dokter saranin supaya makan bubur. Tau
kan! Klo jarak dari bandara ke M1 aja udah jauh. Beruntung petugas poliklinik
ada yang mau nyari makan, kita bisa ikut beliau atau pinjam motor matic-nya. Nah,
si pesut malah ikut bapaknya cari bubur ayam tengah malam naik ambulan keliling
tanggerang. Terang sajalah kalau banyak orang yang liatin dia pas turun dari
mobil ambulan dan tanya “Pak, bubur ayamnya masih ada?”
Sumpah, gokil banget…
untung nggak dikira kuntilanak penunggu mobil ambulan dia. Penjual yang
didatengi pesut pada liat dia penuh tanda tanya. Mungkin juga takut.. haha
Siangnya jam 10, kita dapat sewaan Luxio. Mobil yang
bakal ngantar kita bertolak dari cengkareng ke stasiun pasar senin. Diprediksi kita
akan sampai Malang esok paginya. Eh, karena udah terlalu siang. Jalanan Jakarta
macet banget, kita udah nggak mau ketinggalan kereta lagi. Mana kondisi
beberapa ada yang tambah sakit. Utamanya kakak ketum. Beruntungnya lagi…. Sopir
Luxio yang keren ini pinter bawa mobil dan sukses nganterin kita ke stasiun 15
menit sebelum kereta go on.
Lalalaalllaaa….. Malang kami datang. Walaupun di
stasiun terakhir hanya tinggal 5 orang. Tapi gue sedikit seneng, setidaknya
kekhawatiran utama gue nggak bakal terjadi. Semua bisa pulang dengan utuh
sampai rumah dan kosannya masing-masing… yah, walaupun ternyata gue adalah
orang terakhir yang tumbang didalam kereta karena gue sampai lupa sama
kesehatan gue sendiri…
“Terkadang suatu posisi/penghargaan yang tinggi bisa
membuat kita bertambah semangat menjalankannya. Atau membuat kita jatuh
tersungkur karena tidak mampu menguasainya”
---THE END---