post Istimewa

Sabtu, 01 Agustus 2015

Antara Sepasang Penari




          Malam minggu kemarin seseorang mengajakku keluar untuk minum kopi di sebuah kafe yang ramai dikunjungi seniman-seniman Malang. Kemarin sungguh berbeda, sudah lama sekali tak bernostalgia sambil menyeruput secangkir coklat panas. Pasalnya, aku larut dalam ingatanku sendiri. Dimalam minggu yang telah lalu, saat aku bertemu kau dan dia.
          Kau dan Dia, mereka… sepasang muda mudi yang terpaut konflik batin. Isa adalah gadis penari berperawakan kurus kecil dan cantik dengan rambut lurusnya yang tergerak menyentuh pinggul dan sedikit lebih tua dibanding Arya. Pemuda bertubuh gempal dan terlihat sedikit kekar, arya juga mampu menari selincah Isa dan terlihat lelaki sekali, meskipun saat ini ia lebih memilih untuk mengambil studi ilmu keolahragaan tapi bakat seninya tetap terasah.
          Repertoar 2014 lalu diselenggarakan dengan sangat menakjubkan dan benar-benar berbeda. Repertoar tari 2014 mengangkat lagenda Angling darma dan permaisurinya sebagai lakon utama. Audisi, E-commerce, P to P, semua iklan yang bertebaran di kampus mengantarkan Isa bertemu Arya. Ratusan calon yang mendaftarkan diri tersisihkan olah Isa dan Arya.
          Ketika pertama kali bertemu dan juri menyuruh mereka berdiri sejajar, ada cahaya menyilaukan dibalik punggung yang bersinar terang. Fatamorgananya menimbulkan bayangan sepasang Dewa dan Dewi kahyangan. Lelaki bertubuh kekar, berisi dan tinggi disandingkan perempuan bertubuh kurus gemulai dengan rambut lurus sepinggang. Sungguh kombinasi yang luar biasa sebagai pasangan aktor tari repertoar.
          Terpilihnya mereka berdua sebagai aktor utama mengharuskan mereka latihan dan latihan dalam banyak waktu selama berminggu-minggu. Isa menari kemayu dan Arya menari bak pangeran yang gagah berani. Saat mata bertemu mata, saat itulah ada rasa yang membuat mereka berdebar satu sama lain. Banyak sesi latihan yang diakhiri dengan makan berdua, jalan bersama keliling kota, memilih baju couple ke beberapa event santai, menonton film bersama, car free day, apapun itu mereka lakukan bersama. Seintensif jadwal pertemuan antara keduanya.
          Riuh tepuk tangan penonton bersorak-sorai saat lampu gedung dinyalakan, sesaat setelah semua aktor keluar panggung dan memberi salam. Tawa lepas aktor dari beban repertoar tari terbayar oleh tepuk tangan penonton, sesuatu yang selalu dicari-cari seorang aktor. Jatuhnya kain penutup panggung menutup hubungan Isa dan Arya untuk sementara waktu, hingga mereka menyadari sesuatu.
          Akhir-akhir ini Isa merasa sering terpancing atas sikap Arya yang suka menganti display picture-nya dengan cewek lain.
Isa : “mungkin aku cemburu menanggapi hal kecil seperti ini. aku harus bagaimana ros? Aku tak tahan. Dia selalu begitu dan begitu terus, masih labil. Apa mungkin karna aku 2 tahun lebih tua darinya?”.
Ros : “bisa jadi. Mungkin dia sudah lelah bersama cewek yang lebih tua, mungkin kamu seperti mamanya yang cerewet? Atau kamu yang meminta perhatian yang terlalu lebih?”.
Isa : “tidak, mungkin aku yang tidak bisa membedakan mana cinta lokasi dan mana cinta sejati. Aku menyerah”.
Ros : “lebih baik mundur saja, dari pada kau berjuang sendirian, dari pada kau membuang waktu terlalu banyak untuk sesuatu yang jelas-jelas tidak ingin denganmu. Mungkin, lebih baik meninggalkan dari pada kau menjadi labil dan pada akhirnya …. Kau tau sendirilah”.
          Sudah setengah tahun sejak terakhir kali bertemu Isa secara langsung. Selebihnya hanya dunia maya yang mempertemukanku dengan foto dan aktifitas barunya. Kami mengambil janji untuk bertemu di salah satu kedai kopi langgananku jam 9 malam setibanya aku di kota Isa.
          Pertemuan itu sederhana sekali, kami berdua duduk berhadapan dengan segelas coklat panas dan secangkir green tea dan beberapa batang rokok yang tinggal putungnya di asbak. Tak ada yang istimewa, mendengar nama “Arya” pun tidak. Sampai aku dengan berhati-hati mengangkat nama itu menjadi topik pembicaraan.
Aku : “masih ingat saat kamu lapar malam hari gara-gara siangnya kita makan sampai kenyang dan tertidur pulas. Bangun tengah malam dan seketika itu pula kita merasa lapar sekali. Masih ingat? Apalagi seseorang yang bersedia mengantarkan makanan di jam-jam bodoh itu. Cowok itu! Akh, siapa namanya aku lupa.. Ari….a? ya, Arya. Gimana kabarnya ya?”.
Isa : “aku masih memperjuangkannya mati-matian, teman-teman dekatku saja merasa bahwa aku seorang wirausahawan yang tangguh hanya karna aku berjuang sendirian. Aku masih belum bisa melepaskan bayangannya, aih,,, senyumnya manis sekali,,, sangatttt manis,,,”.
Aku : “Lalu?”.
Isa : “Wanita selalu butuh kepastian. Aku mengajaknya keluar untuk makan bersama di sebuah restoran padang. Saat kesempatan untuk memandang matanya kudapatkan. Aku keluarkan saja yang ada di hati dan pikiranku?”.
Aku : “dan dia bagaimana menanggapinya?”.
Isa : “tak berani menatap mataku, wallpapernya saja seorang wanita yang lebih sempurna dibanding aku. Saat itu juga aku sadar, Arya bukan lelaki yang patut diperjuangkan. Ia masih labil dan menang sendiri. Masih terlalu muda untuk terinkat dengan perempuan yang lebih tua darinya. Ya sudahlah …. Kulepaskan saja, toh aku yakin bahwa aku benar-benar pernah melekat dihatinya dan itu masih membekas. Mungkin mantraku akan lepas saat dia mengucapkan ijab qabul nanti”.
Aku : “ijab qabul? Gila, dengan yang mana lagi?”.
Isa : “mana aku tahu, yang penting aku sudah ikhlas. Aku tidak terbiasa menggantungkan diri, apalagi pada angin. Angin yang dirupakan sesosok manusia”.
Aku : “Kau gila!!! Dulu kau memujanya hingga lupa daratan, hingga telingaku bernanah mendengarnya. Sekarang bahkan kau terlihat jijik menyebut namanya? Sudah kuduga, hanya satu lelaki yang setia di dunia ini. Ayah.”
Isa : “bahkan semisal ayahku seorang pelaku KDRT, penjudi, main perempuan dan hal buruk lainnya. Apakah masih ada seorang lelaki yang setia kepadaku?”
Aku: “aku tak bisa menjawab, dan aku juga tidak mampu menulis lagi. Ini kenangan terakhir untukmu”.