post Istimewa

Sabtu, 10 Desember 2011


Hidup itu tidak untuk dijalani, tapi dimaknai
Sedang jalan itu tidak rata, bergerigi dan berkubang
Seseorang itu berjalan tidak dengan isi kepalanya
tapi dengan hati, kau akan temui jalan yang lurus.

Motivasi dalam diri sendiri akan bertahan lebih lama
daripada hanya melihat dan mendengar
Berlaku dalam hidup, seakan tanpa kau ungkap lagi
Seberapa banyak kebaikan yang telah kau lakukan untuk orang lain.

Kemudahan dalam hidup membuat kita takut
takut terjerembah kedalam kesusahan-kesusahan.


#untuk kita renungkan bersama kawan

Jumat, 09 Desember 2011

Sudah terlalu lama, hingga kata yang kurangkai menjadi sebuah novel picisan. cerita tentang aku yang cintanya tak pernah menyatu. tentang aku yang selalu diam membisu. karena cinta itu selalu berlari dariku tanpa tahu apa yang berdiam didalam hatiku sejak lama.
ini adalah kemunafikannku sejak lama, saat kita bersama atau setelah kau pergi jauh dan tak kembali lagi. kebohongan yang hanya bisa aku ungkapkan lewat kata-kata  bahwa sesungguhnya aku yang berharap padamu. tentang rasa,,,,
aku selalu memberimu semangat dan tawaran-tawaran untuk bersama dengan wanita yang lain. kau menolak. aku memaksa, dan disaat yang sama saat aku merasa suka padamu namun  kau menganggapku hanya sebagai tempat curhat belaka. disana aku mulai sadar sudah merasa sakit hatinya saat kau selalu bercerita tentang perasaanmu kepadanya. aku disini sendiri, dengan berdiri sekuat hati aku pendam segala rasa cintaku, kepadamu.
terlalu lama sayang,,,hingga bila kuhitung sejak saat itu. air mataku sudah sebanyak anak sunai yang mengalir yang kau sendiripun menganggapnya air minum untuk tanaman dan menyiramkannya begitu saja. aku termangu memandangmu, betapa jahatnya kau karena membuat rasa sakit akan cerita-cerita perasaanmu kepadanya yang selalu kau tumpahkan padaku.
kau luapkan perasaanku,,,kau menangis lagi dihadapanku dan bercerita lagi tentang hubunganmu dengannya, apa kau kira aku bank yang akan menyimpannya sendiri?

Aku disini,,,,,,,
Sendiri,,,,,
Berdiri dengan sekuat hati,,,,,
Aku ungkapkan,,,, aku mencintaimu tanpa kata,,tanpa syarat,,,dan dengan bodohnya selalu menantimu,,,


Tapi kau, tanpa secuil perasaan bersalahpun berkata,,,,aku akan selalu mencintai dan menjaganya. aku sangat sayang padanya.

**

Setelah beberapa lama tak pernah bertemu. kau mengajakku bertemu dan kau berkata padaku disebuah coffe time diperempatan jalan besar dekat kampus kita dulu. "Kenapa dulu waktu kita tak pernah tepat, saat aku suka untuk yang pertama kali. kau selalu menawari aku gadis-gadis ayu yang lebih cantik darimu, kau suka merendah. aku merasa tak nyaman dengan sikapmu itu. akhirnya terpaksa kucoba dengan gadis yang kautawarkan keseratus kalinya padaku. aku mulai mencintai gadis itu".

Lelaki itu mulai bercerita tentang hubungan kami (dengan pacarnya masa itu), tentang masa depan kami dan rencana rumah tangga kami kepadamu. kau tersenyum senang sekali. senyumanmu jauh lebih membuatku merasa senang daripada khayalanku bersamanya. tapi ada sebuah pesan aneh, aku menangkap bayangan-bayangan kebencianmu kepadaku. aku merasa bersalah kawan.

Aku menimpali cerita itu. "Bagaimana mungkin aku merasa tak senang bila kawan sendiri bahagia. kukatakan dengan senyum kecutku. aku juga selalu mendo'akan harapanmu bukan. lantas apa yang mesti dijelaskan?".

"Dengarkan dulu" katanya membantahi kata-kataku.
"Aku dulu katakan itu agar aku bisa lebih dekat denganmu, agar kau tak pergi dari hari-hariku, agar selalu ada bahan yang bisa aku ceritakan padamu. tapi ternyata malah semakin menyakitimu. aku minta maaf,,,"

"Lalu? bukankah itu dulu saat kita masih kuliah. sekarang jalan kita memapak hari depan. cerita yang dulu-dulu itu sudah tak berarti". kataku dengan lantang.

Lelaki itu bercerita lagi. "aku selalu melihatmu dari tempatmu berada, memperhatikanmu disaat kau tak melihatku. meminjam buku darimu, berdebat denganmu, bahkan lebih banyak aku luangkan waktuku kepadamu daripada pacarku saat itu. tak lain karena aku lebih menyayangimu, lebih dari arti cinta dan kata sahabat. aku bertemu denganmu saat ini karena ku ingin mengungkapkannya tanpa harus menunggu waktu beranjak tua. sa'at ni kita sudah lebih dewasa dari hari kemarin, dan saat ini aku ingin meminangmu.
Maukah kau menjadi istriku, menjadi ibu dari anak-anakku? menemaniku disaat suka maupun duka. dan.....menerimaku apa adanya? seperti aku mencintaimu tanpa syarat. sayang,,,,apa kau bersedia?" ucapnya tanpa memperdulikan aku yang ingin menyanggahnya.

Aku terperanjat setengah Hampa. aku tak menyangka kata itu akan terlontar dari bibir manisnya. badanku menggigil, aku kegirangan dalam hati. dan tiba-tiba aku merasa mataku berkunang -kunang dan gelap.

Aku tidak sadar, ternyata aku sudah berada dalam salah satu kamar rumah sakit karna phobiaku kambuh. dan dia ada disampngku sejak hari itu hingga saat ini. terima kasih sayang,,,,
ternyata waktu lebih mendamaikan kita dari perang dalam hati yang berkepanjangan.

Senin, 05 Desember 2011

Kearifan akan menciptakan kebijaksanaan,
damai dalam sandi - sandi yang sulit terbaca,
itu yang terindah.
karena tidak setiap ihwal harus diungkap dengan cara yang sama,
tetapi mengetahui hal - hal yang tak biasa adalah yag mengasyikkan.


Rindu padang hijau

selorok anak - anak pantai dibawah kaki langit
berlari menyandang beban kehidupan sendiri
melihat langit dengan tawa iri burung pantai
mengepos buih-buih dikaki-kaki kecl mereka

ada mimpi terukir diwajah anak pantai
sehasrat bntang terang tak terjamah tangan
hanya deburan ombak dan asin air laut pemberi semangat

mereka yang kecil dan miskin
berlari memikul beban kehidupannya sendiri
menawarkan makanan & minuman
menenteng sekeranjang barang untuk ditawarkan

anak-anak pantai,,,
memburu mimpi dalam irasionalitas duniawi
mencari padang dimana hidup lebih mudah
dimana mereka mampu melepas penat
di padang penggugah jiwa

Rabu, 30 November 2011

Senandung Rinai

Senandung Rinai

Rinai hujan membiru
mengikis senyap yang merayap
kulihat giwang-giwang menyala jingga
aku masih ingat
rintihan seirama air hujan
aku masih ingat
senyap itu membunuh kita dalam diam
aku masih ingat
guratan rasa sakit di punai-punai cendikia

ingat bunda dalam buaian senja
ia terjaga dalam dekapan kematian
anak-anak sungai mengalir
menyambut rinai dibawah punai
 

Minggu, 20 November 2011

Kehidupan Orang Terpinggirkan



Ketika aku beranjak dewasa, aku mencoba mencari jati diri dan arti kehidupan ini. Belajar, merupakan caraku untuk mengerti apa yang tak mampu kupahami. Belajar dengan membaca, mendengar dan melihat. Banyak yang kulalui dengan kata “iya” dan “tidak”. Dari itu mulai aku mengerti. Kata “belajar” membuatku berani bermimpi lebih tinggi, melewati batas-batas logika kehidupan. “belajar” pula yang membuatku berlari memburu mimpi. Dan kemudian aku sadar. pada hari sabtu ini, minggu ke-empat bulan September ditahun yang sama saat aku menjadi mahasiswa baru PTN favorit di Jawa Timur. Aku temui sisi yang lain dari kehidupan.
            “Belajar” membuatku memandang sesuatu dengan perspektif lebih tinggi, hingga tanpa sadar melupakan mereka yang lebih rendah. Disebuah dusun Tlogosari namanya, masih diwilayah kota malang. Tapi hidupnya tak ubah seperti masyarakat yang terpinggirkan. Masih banyak dijumpai rumah-rumah dari anyaman bambu, jalan berdebu yang tersusun dari batu-batu yang ditata tanpa diaspal. “Daerah dataran tinggi yang suhunya berbeda antara siang dan malam”, kata seorang warga yang kami wawancarai tadi. Siti aminah namanya. Seorang ibu muda beranak satu yang menikahnya pun diusia muda. Umurnya baru 20thn. Anaknya berumur 4thn, sedangkan suaminya, solikhin berumur 23thn.
            Dalam masyarakat suku Madura memang ada filosofi yang berkembang bahwa menikah muda memang dianjurkan oleh orang tua mereka. Pasalnya untuk mendekatkan hubungan antara garis keturunan keluarga mereka. Hingga sering dijumpai hubungan antara suami dan istri adalah saudara sepupu, atau saudara dari paman dan bibi-bibi mereka. Mungkin juga karena filosofi ini. Lebih banyak suku Madura yang tinggal dipulau jawa. Tetapi hidup mereka kebanyakan hidup dibawah kecukupan. Ibu siti tak ubahnya kebanyakan warga yang lain, dijodohkan diusia muda dengan seorang lelaki biasa dari sukunya. Jauh dari pusat keramaian dan informasi, hingga jauh pula berharap tinggi dari sisi akademik. Dan pada akhirnya jauh pula kehidupan layak darinya.
            Rumahnya dari anyaman bambu, reot, kotor, beratap rendah dan bocor bila hujan datang. Masih  Berlantai tanah, dengan kursi-kursi sederhana, tanpa peralatan elektronik, masih menggunakan tungku kayu. Tekstur tanahnya yang landai dibelakang rumahnya membuat air hujan yang turun dari langit membanjiri dapurnya dan masuk kedalam kamarnya. Rumah kecilnya pun berdiri di tanah orang lain. ibu siti tidak bekerja sedangkan Pendapatan pak solikhin dari bekerja sebagai pembuat batu bata sendiri hanya Rp. 400.000/bulan, gaji yang sedikit itu terkadang tidak cukup untuk hidup selama sebulan bersama keluarga kecilnya. Terkadang suaminya juga bekerja  serabutan. Kendaraan yang mereka punyai pun hanya alas kaki berupa sandal.
            Keadaan dikampung itu pun selain perbedaan antara cuaca disiang dan malam yang mencolok,cair bersih pun susah didapatkan. Beberapa warga yang mampu mempunyai sumur bor sendiri, tapi bagi yang kurang mampu, mereka menumpang ditetangganya. Walaupun begitu, air masih sering mati. Sehingga mereka harus mengambil air didaerah yang lebih rendah dan jauh dari rumah. Atau mereka memanfaatkan air sungai yang letaknya juga jauh untuk keperluan MCK. Jarak antara sumber air dengan rumah mereka sekitar 30menit ditempuh dengan sepeda motor.
            Status sosial bisa didapatkan dengan banyak cara, bisa dengan kekayaan harta atau pun akademik. Namun bagi mereka hal ini tidak penting. Mereka sudaah bisa hidup layak saja sudah bersukur. Bila dipikir ulang, ketidakmampuan mereka karena tingkat pendidikan yang rendah. Karena tingkat pendidikan yang rendah, mereka tidak mempunyai kemampuan dan kecakapan yang baik. Akibatnya perusahaan atau penyedia lowongan pekerjaan enggan menerima mereka. Akhirnya mereka melakukan pekerjaan kasar, dengan upah yang sangat rendah. Pemerintah seharusnya ikut bertanggung jawab atas hal pendidikan ini. Bila pendidikan bisa dijangkau oleh semua golongan masyarakat. Maka secara tidak langsung akan mendukung tingkat pertumbuhan ekonomi akan naik.
            Masyarakat dilingkup R.T./R.W. :01/06 Dsn. Tlogosari yang kami kunjungi merupakan masyarakat suku Madura yang tinggal menetap di wilayah kota malang semenjak kakek dan nenek mereka. tapi ayalnya, sebagian dari mereka hanya mengerti bahasa Madura. Seharusnya mereka juga bisa berbahasa persatuan kita, bahasa Indonesia. Sekalipun mereka buta aksara. Untuk bahasa jawa, walau tidak bisa berbahasa jawa halus, mereka harusnya juga bisa. Karena mereka sudah tinggal lama di pulau jawa yang mayoritas bermasyarakat suku jawa ini. Semuanya seperti kemungkinan, misalkan saja karena mereka masih kukuh dengan bahasa daerah mereka, penduduk asli daerah itu tidak mau berbaur dengan pendatang sehingga seperti terjadi differensiasi kebudayaan. Akibatnya kedua golongan itu menjadi tertutup.
            Selain beberapa sebab lingkungan sosial ekonomi diatas, ditinjau dari pola persebaran penduduk, masyarakat di dusun tersebut berpola linier mengikuti jalan dan memusat. Karena tanah yang mereka tempati di atas dataran tinggi yang mempunyai lereng hanya beberapa derajat saja. Bila kita melihat rumah-rumah penduduk. Tanah antara muka dan belakang rumah tidak rata. Kadang ada yang depan rumah lebih tinggi ataupun sebaliknya. Susahnya kata ibu aminah, tanah dibelakang rumahnnya lebih tinggi dan tanah didepan rumah datar. Akibatnya bila hujan turun air akan masuk kedalam rumah karena rumah dari bambu itu tidaklah lebih tinggi lantainya dari tanah pekarangannya. Ditambah lagi atap rumah banyak yang pecah. Jadi walaupun sudah kena banjir, bocor pula. Rumah yang tidak layak ditinjau dari segi kenyamanan,  kelayakan dan kesehatan.
            Ibu muda itu hanya berharap dari bantuan pemerintah mengenai bantuan fondasi dan tembok depan rumah, selama ini bantuan itu hanya diberikan kepada janda miskin atau orang tua yang sudah sepuh. Tapi bila kita berpikir realistis, bukankah yang berumur lebih muda harus lebih produktif dalam menghasilkan income untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karena bila yang muda tidak aktif dan terus mengandalkan bantuan pemerintah. Akan semakin banyak pula beban pemerintah mensejahterakan rakyatnya.
Belum lagi masalah listrik, pasokan listrik didaerah itu masih mengandalkan warga yang menyambung dari PLN. Mereka menumpang ditetangga mereka yang mampu dan membayar iuran sebagai gantinya sebesar Rp.15.000/bln. Harapan terbesar mereka adalah mampu hidup layak seperti masyarakat kebanyakan lainnya. Seandainya kemiskinan bisa teratasi secara perlahan tapi pasti, tak ayal kalau Indonesia akan menjadi Negara maju seperti Negara-negara di eropa.

Selasa, 15 November 2011

aku tatap matanya,,,,,
dalam dekap ia menangis menanggung cerita-cerita itu,,,
aku masih lihat cahaya matanya,,,,,
ia mulai redup dan menjadi suram,,
ia adalah keluarga baruku dirantau...
yang peduli dan merawatku disaat aku sakit,,,
kami saling tolong-menolong,,,,,

kini ia terjepit kemauan-kemauan manusia kuasa,,

yang merasa tetap hidup bergeming  meniti benang , melawan ombak....

Senin, 14 November 2011

Coffe,,,bantu aku melawan kantuk,
Coffe,,,penolong yang baik saat aku tak mampu terjaga,
Coffe,,,
Coffe,,,
Coffe,,,,

            aku tak mampu terjaga tanpamu,,,

Minggu, 13 November 2011

Seperti awan, kau selalu terangi malamku.
membuat dunia jadi terasa tak berarti....
Kau malam dalam dunaku,,,,
kau adalah kegamangan yang nyata,,,,

Sabtu, 12 November 2011







Keluarga baru ditanah rantau.....
yang mencoba mamberi arti baru, semangat baru, pengalaman baru dan cerita baru,,,,,,,,,


Jumat, 11 November 2011


Senja dimata ayah

Pagi ini kabut turun lagi , mentari tiada nampak dalam dinginnya musim kemarau. Mungkin karena kemarau tahun ini lebih panjang dari tahun lalu, hingga malam pun terasa lebih dingin seperti suasana pagi didataran tinggi yang berbeda suhu antara siang dan malamnya. Pagi ini juga masih sama seperti pagi-pagi yang telah berlalu. Orang-orang sudah bangun dari tidurnya dan berangkat ke sawah-sawah tempat mereka mencari kehidupan. Masih pagi yang sama saat aku bangun dan pergi bekerja. Mencari sesuap nasi dengan bekerja saat libur semester panjang. Apa yang bisa dilakukan seorang gadis semester satu yang kuliahnya berbeasiswa disebuah kampung yang jauh dari hirup pikuk kapitalisme yang segalanya dinilai dengan uang.

Ini bukan hidup yang bebas sedang ilmu pengetahuan masih mahal disini. Bukan karena tak terjangkau. Tapi karena masyarakat kampungku tidak berharap hidup bekerja dari pendidikannya. Mereka memilih cara hidup instan dengan bekerja dan mencari makan untuk hidup hari ini dan esok. Tapi ayahku, adalah orang yang berbeda. Ayah peduli pada pendidikan anak-anaknya. Beliau menyekolahkan kami hingga kami mampu bertahan melawan kehidupan. Iya ayahku. Dipagi buta ini dia sudah bangun sebelum ayam-ayam peliharaannya berkokok. Sembahyang subuh, memberi makan ayam dan berangkat kesawah. Pada tanamannya ia sangat teguh terlihat.

Musim tembakau kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Udara yang cukup dingin membuat tembakau-tembakau itu tumbuh lebih baik. Seingatku selama beberapa tahun yang lalu tembakauku tak pernah baik. Bahkan ayah pernah merugi sangat banyak karena hasil panen jauh dari harapan. Beliau masih tetap tabah dan percaya pada tuhan. Beliau bilang semangat dan rajinlah bila menuntut ilmu. Karena itu yang membawa kemuliaan pada hidup seseorang. Jangan menyerah untuk sesuatu yang kita inginkan dan pantas untuk kita dapatkan. Itu yang membuatku bertahan melawan badai kehidupan sampai saat ini.

Usia membuat ayahku terlihat lebih kurus dan bertambah hitam karena tiap hari terbakar terik matahari. Beliau tak pernah mengeluh pada kami,-anak-anaknya. Hingga terkadang usia membuatnya tak sekekar dulu, tak leluasa bekerja dan bila ia sakit, kami sangat perhatian padanya. Mungkin ayahku tak berpendidikan secara formal, tapi ia lebih pintar dan bijaksana daripada seorang sarjana berembel-embel sepanjang jalan.

Ibu baru saja selesai memasak sarapan pagi untuk kami. Setelah aku dan adik bungsuku sarapan, kami pergi ke sawah untuk mengirim sarapan pagi buat ayah. Dalam perjalanan melewati pematang-pematang sawah, adik bungsuku, si zilni terjatuh tapi kemudian ia tertawa lebar. Itu suatu bukti kalau dia menikmatinya. Seorang anak kecil akan belajar dari kesalahannya untuk memperbaiki diri, tak seperti orang-orang dewasa yang takut jatuh disaat dia ada di atas awan. Aku sangat sayang padanya. Dan dengan usapan dikepalanya, ia masih mau melanjutkan perjalanan pagi ini.

Aku melihat ayahku membanjiri sawah kami dari saluran irigasi yang ada disamping kanan sawah kami. Adikku riang bukan main. Ia turun kebawah bermain air dan lumpur. Aku pun mulai berpikir bagaimana cara membawanya pulang nanti. Dia kotor dan aneh sekali bila aku pulang bersamanya. Itukan cukup memalukan.

Setelah selesai sarapan, aku lihat sebuah pelangi dimata ayah. Sendu seperti senja. Aku bertanya dalam hatiku sendiri tentang apa yang terjadi. Setelah aku terdiam lebih lama. Aku pulang saja membawa Tanya. Ah, semakin susah ditebak saja raut wajah ayahku, dan pada akhirnya aku mencari tau sendiri apa yang ayah pikirkan.

Sudah dua minggu aku berada dikampungku, semuanya masih terasa sama. Janji pada sahabat SMA-ku, ryan namanya. Kami berkawan sejak dibangku SD. ia yang masih tinggal dikampung, ibunya bekerja serabutan dan ayahnya sudah meninggalkan ibunya ketika ia masih berumur dua tahun. Sahabat karib yang sangat baik. Karena itu juga ia tidak melanjutkan sekolah tingginya. Kau tau kan kawan? Sekolah atau kuliah itu ditukar dengan kertas- kertas indah yang berwarna bagus skali. Baik yang berwarna merah, biru, ungu, hijau hingga kepingan-kepingan warna emas dan perak. Tapi kepingan itu sangat berat dan jauh tak bernilai dari yang kertas.

Deburan ombak membawa serpihan butiran-butiran garam itu melekat dimuka dan terasa lengket. Belum lagi buih yang menggoda kami untuk turut bermain bersamanya. Pantai adalah tempat yang indah untuk melepaskan segala penat dan rindu pada mereka yang terkasih. Rasanya  Baru kemarin aku pergi menuntut ilmu, tapi temanku jauh berbeda dari terakhir aku melihatnya. Entah apa yang berbeda darinya, yang aku tau dia terlihat berbeda. Perbincangan hangat pun mulai terjadi saat kami sadar kalau kami pernah berkawan sejak lama. Semakin lama semakin deras saja tawa kami menghiasi pagi indah ini. Kawan karib yang sifatnya masih saja menyebalkan tapi paling bisa diandalkan.

bunda dalam dekapan tuhan

Malam ini rasanya seperti malam yang berbalik dari waktu yang dulu pernah  menimpa mereka. Malam yang membuatku berspekulasi lebih buruk dari malam ini. 
 Ketika kukuatkan tekad dan semangat yang membara ini, ingatan wajah-wajah yang merasa tak berdosa itu pun muncul. Aku termenung dalam malam senyap. Mereka yang mencintaiku dengan penuh rasa kasih dan sayang, dan mereka yang memanfa’atkan aku lebih dalam, dari arti yang sangat sulit dibantah. Ilmu yang aku terapkan ini membuatku jatuh lebih dalam. Aku yang salah, aku sadar bahwa aku yang salah. Kasihan ibuku dirumah. Beliau terdengar lebih parau suaranya, ayah yang mulai terlihat lebih kurus dan bertambah hitam legam karena terkena sengatan sinar matahari. Aku yang terpojok disini hanya bisa menangis meratapi keadaan orang tuaku yang kusayangi. Aku cinta bundaku, aku sayang ayahku.

Aku mulai melangkah menuju masa dimana ilmu jadi yang utama. Kehidupan tak teratur yang membutuhkan tenaga ekstrem untuk terus berlari. Kau taukan apa yang selama ini kupegang? Ya, hanya itu. Cinta dan tiap keresahan yang ada sudah kubawa berlari.menembus dinginnya kota malang. Aku mulai melihat agamaku, selalu mengingat tuhanku. Tuhan yang sudah memberiku kesempatan hidup yang sangat luar biasa ini,

Aku mengingat tuhanku dalam desah nafas ini. Ternyata dalam keadaan lapar. Kita benar-benar merasa seperti berartinya dunia ini. Aku terhenyak sekejap. Aku mengingat ayahku lagi, ia amat sangat menyayangiku lebih dari lainnya. Ini alasanku menjadi lebih berarti. Ayah, ma’afkan ananda yang berlalu pergi ini , belum memberikan sesuatu yang berharga, yang senantiasa merepotkan, selalu meminta uang terus. Aku rindu ayah selalu. . .

Bunda, yang selalu menangis setelah berdo’a pada tuhan setelah sembayangnya. Ia selalu mendo’akan kami, anak – anaknya. Tangisan bunda membuatku bersedih, betapa bunda sangat sayangnya pada kami. Ia sangat rapuh sepertiku. Bunda dalam lindungan tuhan selalu. Amin . . . . . .
Tuhan allahku tiada mungkin berpaling dari kami, dia menyertai kemana kami melangkah, kesejukannya terasa ketika aku mencoba mengadu padanya. Ia tiada akan pernah pergi, menyejukkan hatiku yang penat ini dengan tangisan membisu. Tuhan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Aku rindu padamu.
Only you are very I beloved, miss you so much,,,,,,

Nada-nada ini membuatku penuh harap- harap cemas, aku ingin pulang ke keluargaku yang hangat. Bunda yang selalu marah-marah, ayah  yang sedikit cakap tapi memberikan kami banyak hal-hal yang sangat kami impikan. Adikku yang lucu dan paling menggemaskan, paling kecil dan manja, yang satu lagi sangat cakep, cakap dan rajin kesekolah, ma’afkan aku adikku, bila karena kakakmu ini, kamu tidak dapat melanjutkan ke SMA negeri, mungkin aku yang terlalu serakah dalam ilmu pengetahuan tanpa berfikir bahwa yang lebih muda itu yang lebih butuh. Ma’af,,,,, tapi aku merindukanmu juga disini. Sekalipun kau yang paling nakal!

Yang aku tau, aku sayang kalian, dan aku rindu kalian juga disini.
Aku ingin cepat pulang, aku akan segera lulus, walaupun sa’at ini aku masih terbilang maba, aku yakin bisa lulus lebih cepat dengan segudang prestasi dan IPK Cum Loude. Aku yakin pasti bisa, yang penting aku akan bermimpi, berusaha, dan berdo’a. serahkan semua pada tuhan allah. Dan yang paling penting SEMANGAT!!!

Dengan kesungguhan hati, aku yakin aku bisa, bila orang lain bisa, kenapa aku tidak!
Oke God, believe me, I trust.
Dan dampingi aku untuk menguatkan semangat dan tekadku.
Rhoz pasti bisa . . . !!!