Alhamdulillah mempunyai makna kepuasan
tersendiri. Untuk saat ini arti kata itu adalah segala puji syukur pada Tuhan Yang
Maha Esa atas kepercayaan-Nya kepadaku untuk memegang tampuk kepemimpinan di
suatu organisasi sebagai koordinator alias kepala rumah tangga.Jabatan satu tahun dengan kadar tanggung jawab yang berat
bagi seorang mahasiswa baru. Hanya satu tahun untuk bergerak dan mempertanggung
jawabkannya. Ketika hari untuk mempertanggung jawabkannya tiba, berdesir darah
dalam dada dan terasa bahwa waktu satu tahun itu tak berarti apa-apa. Dan
ketika demisioner, haru biru dan ketidakikhlasan melanda.
Koordinator bidang yang
membidangi seluruh hal yang berkaitan dengan kelegawaan anggota, mencari
anggota, merawat anggota, semua hal didedikasikan kepada anggota agar tetap
bertahan dan merasa nyaman dapat berkumpul bersama. Merapikan arsip yang
berserakan, mendata dan merawat barang bersama yang kami punya serta mengumpulkan
saudara sekalian atas sebuah event yang akan digelar. Awalnya terasa
menyenangkan sekali untuk mencurahkan seluruh waktu luang atas hal ini. Namun
lambat laun secara perlahan lahan, keharusan untuk memahami pribadi anggota
semakin menyita perasaan sendiri (*efek labil*) akhirnya tanggung jawab itu
tergadaikan beberapa kali.
Didampingi oleh dua anggota
bidang yang aku pilih secara pribadi dengan cara melamar mereka, aku senantiasa
berusaha terlihat mampu mengatasi setiap permasalahan yang ada, agar mereka
masih tetap berdiri di belakangku. Dua anggota bidangku lebih tua tingkatan akademiknya,
dengan tidak menggurui dan mencoba mengikuti beberapa kemauan mereka merupakan
cara yang bagus untuk tetap menjaga kekompakan. Apalagi bidang kami terkenal
sebagai bidang yang anggotanya selalu aktif sampai akhir kepengurusan.
Mbak Riza, mahasiswa
semester lima jurusan sastra inggris yang selalu berusaha membantu dalam segala
hal. Mencoba memberi pencerahan dengan memberi masukan saran serta kritik. Dia
adalah anggota yang kulamar paling akhir karena sebelumnya semua lamaranku
ditolak, namun tak kusangka kalau mbak ini akan bersedia dan loyal di bidang
ini. Walaupun aku selalu saja bertampang tidak bersahabat dan mencarinya saat
kubutuhkan bantuannya. Yah, mbak satu ini walaupun selisih dua tahun dengan
usiaku, namun perhatiannya tidak terlepas dari permasalahan rumah tangga.
Satu lagi namanya Andhika, mahasiswa
Psikologi semester tiga yang sifatnya cuek. Mungkin karena lesung pipi dan gigi
drakula yang dia punya, dia terlihat begitu menawan, tak khayal bila dia
menjadi idaman semua wanita. Khususnya di kompleks UKM yang paling intens dia
kunjungi. Mas berkacamata ini lebih menyukai turun tangan langsung terhadap
sebuah acara/masalah dari pada memberikan idenya secara lisan. Sebelumnya
lamaranku sempat di PHP-in (*baca Pemberi Harapan Palsu) karena dia masih punya
harapan untuk bergabung dengan bidang lain yang lebih menantang. Namun akhirnya
lamaranku diterima juga. Keuntungannya, dia tanggap terhadap sesuatu yang dia
kuasai, menguasai desain dan atlet taekwondo.
Jadilah Rumah Tangga diisi
oleh orang-orang dari beberapa tingkatan semester. Merangkul anggota yang lebih
tua itu tidak mudah, rasa segan dan tidak ingin terlihat bodoh selalu saja
muncul. Sangat sulit untuk mensinkronkan arah pembicaraan. Akhirnya aku mulai
dengan cara yang diajarkan oleh salah satu tetua dengan memancing tawa, hal
yang sulit aku kuasai ini merubah pembicaraan kearah gojlokan. Alias mencari
celah agar bisa menarik perhatian mereka
kepadaku. Alhasil, ada beberapa orang yang ilfeel melihatku.
Peka terhadap situasi dan
kondisi anggota juga nilai tambah lain. Lagi-lagi dengan alasan semester
dua(baru merasakan kuliah), sifatku masih sangat labil. Jangankan memperhatikan
orang, aku saja selalu mencoba mencari perhatian dari orang lain. Bahkan sempat
beberapa tetua memarahiku dengan langsung tunjuk hidung atau menyindirku di
depan bidang lain. Aku selalu tak tahan untuk tidak memendam perasaanku hingga
air mata itu tumpah dan keesokan harinya aku tiada lagi ada niatan pergi ke
sanggar. Semacam itulah keababilan yang kumiliki kala itu.
Perlahan-lahan dengan
semakin banyaknya moment dan program kerja yang telah terealisasikan. Rasa
egois dan mencari perhatian itu mulai terkikis perlahan. Saat aku benar-benar
harus kehilangan anggota dan jabatanku, rasa itu mulai menekan perlahan. Rasa
tidak ikhlas untuk kehilangan mulai menekan... perlahan... hingga kuucap Alhamdulillah
atas beban yang sudah tercabut. Aku mungkin tidak mampu berkata banyak, berbuat
lebih banyak, dan mengalah lebih banyak. Mengenal Hampa dan anggota bidangku
sendiri adalah hal istimewa di tahun pertama menjadi mahasiswa. Bersanding
dengan dua orang kuat yang selalu menenangkan dan menguatkan pijakanku adalah
berkah tersendiri dari tuhan. Dengan beberapa ingatan masa lalu di awal
kepengurusan, air mata berlinang, tanpa sadar kutulis di kertas yang kupegang.
”Demisioner Rumah Tangga 2013, Desember, 24 2013. Dengan penuh rasa terima
kasih, terima kasih semuanya yang telah membantuku selama proses pendewasaan
satu tahun. Terima kasih yang tak terkira. Kalian keluarga baru yang baik. Aku
tak kan pernah lupa. Dan untuk kepengurusan kedepan, aku ingin keluar dari zona
nyaman dan beralih ke ideologi yang dulu erat terpegang.
12:32 AM