Tuesday, July
23, 2013
15:39:57
Tepat
setelah membaringkan badanku yang lelah karena bekerja seharian di ruang
peribadatan. Memandangi langit-langit ruang sholat tanpa eternit dengan penuh keluhan yang mendesak. Seharian ini ramadhan
terasa panjang, panjang sekali. Mungkin karena puasa hari ini tetap terlaksana
seperti biasanya, penuh dengan pekerjaan yang menumpuk. Kalau bukan berurusan
dengan tembakau, apalagi?
Kemudian
dering pesan masuk handphone
membuyarkan lamunanku. Sebuah pesan masuk dari seorang kawan di Malang.
Kamal Hampa: “He, aku udah lihat film 5Cm. :p
Yang
belum lihat, ndang lihat.
Lalu,
Setelah lebaran, kita mendaki. Yogpo? :D” (He, aku udah
lihat film 5 Cm. yang belum lihat, cepat lihat. Lalu setelah lebaran, kita
mendaki. Gimana? :D)
Tawaku tiba-tiba pecah setelah membaca
pesan itu. Aneh, gila, anak ini entah up
date-nya Pentium berapa. Film sebagus itu baru aja dilihat. Tanpa pikir
panjang langsung kubalas pesan singkat itu.
Me
: “Owalah mal mal . . . . Aq lhe wes liat 2 kali d Bioskop :p”
(owalah mal mal . . . . aku lho sudah
lihat 2 kali di Bioskop)
Bagiku, film 5 Cm adalah film
petualangan paling bagus yang pernah kulihat. Recommended lah, kalian juga harus lihat film ini. Ceritanya seru,
Kece buanggettt wes. Gak tanggung-tanggung, aku bahkan lihatnya 2 kali di
bioskop. Klo biasanya kita anak Hampa lihat film baru pasti Up date dan dapat Copy-annya. Untuk film ini, 7 bulan setelah rilis pun belum ada
bajakannya di internet. Cuma thriller doing.
Pemasarannya beginian nih yang keren, nggak gampang jebol dipasaran.
Awalnya, aku dan temanku Didin dari Magetan
pernah berdiskusi dan sepakat untuk mendaki gunung lawu lewat jalur yang perna
dilalui didin sebelumnya. Didin itu anaknya mungil banget, sekitaran 45 kg-an
lah. Hobinya naik gunung ber-carrier
gede. Beruntung anaknya kuat dan lincah untuk mendaki, nggak bermasalahlah
badan mungilnya itu. Lalu sekitar awal semester dua kemarin saat kita janjian,
lagi booming novel “5 Cm”. penulisnya
Donny Dirgantara udah nongol dimana-mana. Di Koran, majalah, Tv sama
berterbangan di Internet. Didin juga cerita kalau novel itu udah lama banget,
ceritanya nggak kalah bagus. Cuma baru aja diisukan mau diangkat ke layar
lebar. Ya, dari didin aku tau ada novel bagus berjudul “5 Cm”.
Suatu saat pada waktu itu ada waktu
senggang karena kuliah sore di delay.
Aku malas pulang ke kos waktu senggang. Berbalik arah melangkahkan kaki ke
timur menuju sanggar teaterku ter-WoW. Hahaha.. sampai sana sepi, manusianya
sedikit sekali. Sebagian besar masih sibuk kuliah. Akhirnya aku mengajak
seorang dulur Hampa untuk menemaniku
belanja buku di blok W, Malang. Jaraknya dari kampusku lumayan dekat sekitar 1
Km. kami berjalan sesembari menikmati sore yang sejuk di kota malang.
Sampai blok W, mataku berkaca-kaca. Istana
buku memang tempat belanja yang paling istimewa dari pada belanja pakaian
ataupun hal yang lain. Melihat dari lapak ke lapak penjual satu ke penjual yang lain. Buku “5 Cm” mayoritas mendominasi
tempat ini. Mungkin lagi ngetrend batinku. Akhirnya aku ambil satu pada
bapak penjual langgananku. Harga buku di blok W jauh lebih murah dari pada di
Gramedia dan Toga Mas. Buku itu aku peroleh seharga Rp 15.000,-. Mungkin kalau
di toko buku lain harganya diatas Rp 60.000,-. Nggak apa-apalah, ini buku
bajakan dimana penulis asli tidak mendapat royalty. Selagi menjadi mahasiswa
berkantung pas-pasan. Ntar kalau udah kerja dan punya uang sendiri baru belanja
buku yang Legal. Sekarang ilegal dulu, hahaha…(ntar kalau beli yang legal bisa
ndak makan T.T #maklum yak)
Mendapat buku baru sama dengan
mendapat pacar baru. Sesampainya aku disanggar, buku itu aku buka plastik pembungkus,
lembar demi lembar. Terbaca satu per satu tanpa terlewatkan sampai hampir
sepertiga tebalnya. Lanjut dibaca lagi di kosan. Seperti biasa, buku baru tidak
pernah bertahan sampai dua hari. Malam itu juga isinya telah ludes kubaca.
Isinya keren banget. Jadilah topik ini di pembicaraan senggang pas ngampus. Banyak
yang ngantri pengen baca bukuku dan entah sekarang giliran siapa dan ada di
tangan siapa. Buku itu memang masih selamat dengan beberapa lipatan tanda baca
didalamnya. Aku bawa kesanggar, banyak yang ngantri dan Alhamdulillah ya. Bukuku
menghilang dengan tenang disana. Kagak tau siapa yang ngambil. Bikin merana
kehilangan buku bersampul lereng Mahameru itu. Sempat sebelumnya aku tulis
beberapa kata yang menginspirasi dari buku “5 Cm” di Buku Curhat sanggar. Kenanganku
Cuma itu, sepotong kata-kata yang tertulis. Nggak apa-apalah, diiklaskan saja…
Masih terbawa pesona 5 Cm, hobi kepo
dan browsing nambah pengetahuan tentang film 5 Cm. dimulai dari penulisnya mas Donny
Dirgantara sama produsernya ngomongin topic film nasionalisme ini. Sampai bocoran
siapa-siapa yang bakal jadi 6 pemain utamanya. Pevita pearce, Denny Sumargo, HerjunotAli, Fedi Nuril, Saykoji dan Raline Syah. Tau pertama kali bakal pemainnya agak
disappointed. Ya iya lah, masa karakter setampan Arial dimainkan sama denny,
yang paling cantik, Riani malah dimainkan Raline syah. Denny S dibilang mirip
sama Pevita karena kakak adik, nggak bangettt. Trus yang paling keren dan bijak
malah dimainin sama Fedi Nuril. Sedang yang juga terlalu bagus untuk jadi Zafran
malah Junot. Pokoknya nggak pas banget dah.
Sempat disappointed malah bikin
penasaran sama nih film. Mungkin nggak ceritanya sama? Atau ada yang kepotong/
atau mungkin ada bagian yang sulit diriilkan dari novel itu? And you know
what??? Ternyata memang ada bagian yang nggak pas di ending novel sama ending
filmnya. Yang paling keren malah beum nikah. Riani tetep sama Zafran. Pevita di
Novel nikah sama cowok yang ketemu pas nanjak bareng di mahameru, eh di film
malah enggak. Kayaknya semi semi deket sama Genta/Fedi Nuril. Itulah resensiku,
bisa jadi filmnya kurang greget, bisa jadi bayanganku yang terlalu WoW super. It’s
okay, inti dari 5 Cm tetep kena. Bagaimanapun juga film 5 Cm ini bikin
Nasionalisme terus kebakar semangat berapi-api. Bangga banget jadi Indonesia. Kalian
harus pada liat nih film. Dijamin 20 jempol dah aku kasih. Buat temanku si
Kamal, walaupun telat liat. Semangat kita buat mencintai alam masih akan terus
membara. Sido muncak kapan ki?