post Istimewa

Selasa, 14 Mei 2013

Sebuah Pendar di masa lalu


Mulai menarikan jariku diatas pembaringan huruf dan angka, adalah menuliskan tentangmu.
Tentang perjalanan panjang kita.
Menuliskan tentangmu adalah bagaimana aku belajar jatuh lagi, untuk lubang yang lebih dalam.
Meski perih, lecet, tergores dinding-dinding tanah dimana aku terjatuh, aku masih bisa tersenyum setelahnya. Meski pada realita kau tak pernah berada disampingku untuk  mengusap rambutku lagi ketika aku marah .
Banyak yang mengira aku sudah menutup mata ini untuk mahluk seindah wanita, karena aku masih bertahan dengan status yang sama sampai hari ini. Mereka tidak tau, tidak pernah tau alasan itu. Bahkan alasan macam apa itu. Hanya Tuhan dan kita yang mengerti. Itulah yang membuatku bertahan tersenyum sampai pagi ini.
Mereka tidak pernah tau seberapa bahagianya kita, ketika burung-burung gereja menyanyi dibawah pohon beringin sedang kita hanya terdiam, menikmati sore yang khidmat.  Jarang terucap janji antara kita karena menjalani itu adalah sebuah janji terhadap apa yang kita percaya, sebagai akhir dari hidup, sebagai pangkal dari keyakinan akan Tuhan. Kita percaya surga.                                                                                             
Apa karna kita terlalu muda saat itu?
Menurutku usia 16 tidak terlalu muda. Meski menurutmu muda itu dibawah 40 tahun.
Kita tidak terlalu muda untuk mengerti, juga tidak terlalu tua untuk memahami apa yang terjadi akhirnya saat ini. Lebih dari 2 musim jarak yang membentang. Lebih dari tahunan cahaya yang memisahkan kita saat ini. Karena kita pernah hidup sangat dekat. lebih dari kelopak mata kita sendiri. Bahkan lebih dekat dari pada mengedipkan mata, atau terbangun dari tidur.
Kita begitu dekat, hingga banyak yang tidak bisa membedakan, itu aku atau dirimu.
Karena mata kita satu, hati kita satu.
Apa yang kau lihat adalah pencitraan indraku, apa yang kau dengar adalah rekaman untukku.
Apa yang kau katakan adalah kalimat-kalimat kita. Mereka selalu tidak bisa membedakan itu aku atau dirimu.
Kadang dirimu sepenuhnya merasuk didalam diriku, kadang sebaliknya.
Hingga kita sering ribut sendiri, siapa yang lebih mencintai diantara yang lain.
Sebelum menutup mata untuk istirat, wajahmu dan senandungmu yang menemaniku
Ketika membuka mata. Hanya wajahmu yang kulihat, atau aku akan pergi tidur lagi.
Hingga akhirnya kita tidak begitu memahami tentang apa semua ini.
Kecuali tentang kebahagiaan.
Kita belum memahami bahwa setiap tangis adalah tawa, setiap tawa adalah airmata.
Setiap pagi adalah malam
Dan setiap malam adalah penantian untuk hal yang masih kita percaya sampai saat ini.

Menulis tentangmu adalah sebuah syair  yang tak berujung, sebuah rasa syukur yang mendalam. Dan sebuah sakit yang melegakan.


Malang፣ 14 Mei 2013