post Istimewa

Selasa, 14 Mei 2013

Mengingat-Mu

Tiba-tiba air mataku terjerembah. Menetes ke bawah dengan derasnya tanpa kusadari. Pikiranku tertuju pada satu objek yang dulu selalu kusanjung dan selalu menguatkan pijakan kakiku. Aku merundukkan kepala, aku rindu… aku rindu pada-Mu.
Semalam aku dan teman-teman yang akan didelegasikan untuk mengikuti sebuah perlombaan tingkat nasional di luar kota telah usai melakukan gladi bersih. Kru panggung, sutradara dan aktor berbagi tugas dan semangat hingga selarut ini ketika mahasiswa lain telah tidur, kami masih tetap berkegiatan. Aktor yang semakin mantap, harmoni musik yang semakin halus, lighting yang memanjakan mata dengan konsentrasi intensitas cahaya dan segenap tim sukses beserta punggawa hampa dan seluruh teman-teman komunitas lain yang turut berpartisipasi melihat karya kami.
Malam ini sudah terlalu larut, seperti malam-malam sebelumnya. Aku yang kebagian me-make up-I aktor, setiap malam harus bersabar dengan foundation, rembug, lira, blush on serta shadow yang warnanya sangat beragam. Yah, mungkin tiap orang yang mengenalku secara langsung tau pembawaanku. Berpakaian seadanya tanpa make up karena make up itu memakan waktu. Namun kini aku harus bisa merubah aktorku menjadi seseorang dengan make up yang terlihat “Beautiful underlamp”. Ada punggawa lain yang lebih mahir merias wajah, namun karena keluar kota dan manusia yang turut serta seadanya. Maka aku harus mampu merias ^_^. Jadi klo yang mahir butuh waktu 1,5 jam, maka aku bisa butuh waktu hampir 4 jam untuk merias seorang aktor.
Selesai semua perihal yang menyangkut persiapan panggung, kami membereskan tempat yang kami pakai dan pergi tidur. Tidur di pagi buta…………………… buta tanpa mentari, tanpa cahaya..
Alhasil kami bangun jam 7 pagi, itu bagi yang bangun. Masih ada yang belum memejamkan mata demi proyek download kartun horror. Atau yang masih nyenyak dengan deringan alarm(*kebangeten alaramnya sampe gak bisa bangun -_-)… dibukalah percakapan pagi kami disanggar. TV masih asik menyala tanpa tau siapa yang melihatnya, laptop tetap menyala dengan layar tipisnya. Ada dua orang yang semenjak pagi tadi ramai bercengkram. Mereka adalah kru panggung yang secara nyata dan sadar berkata
 “suwe yo gak tau sholat, aku pingin sholat jar.. “(lama ya nggak pernah sholat, aku ingin pergi sholat jar)
Sontan pernyataan itu mendapat tanggapan positif dari teman-teman. Bahkan yang tadi belum bangun mendadak sudah bangun dan dalam kondisi duduk sambil mengucek-ngucek mata.
Iyo ting, aku yo suwe gak sholat, aku pingin sholat ting. Ngko awakmu sing ngimami yo ting. Awakmu lak tau dadi arek pondok’an to” sambut gunajar. (iya ting, aku juga lama nggak pernah sholat. Aku ingin pergi sholat ting. Ntar kamu yang jadi imamnya ya ting. Kamu kan dulu pernah jadi santri pondok).
iyo, tapi aku suwe gak tau sholat, aku wedi ngimami. Ngko bacaanku salah piye?” sambut kriting. (Iya, tapi aku lama nggak pernah sholat, aku takut jadi imam. Ntar baca’anku bisa salah bagaimana coba?)
yo gag po-po jar. Ngko lak sholat ojo kesusu 5 wektu. Dicicil disik. Saiki dhuhur + Ashar + Magrib. Mene ditambahi maneh. Terus kesok’e maneh ditambahi maneh. Dadi suwi-suwi awakdewe biasah shalat 5 wektu.” Jawab fajar.( iya, tidak apa-apa jar. Nanti kalau sholat jangan langsung 5 waktu. Dicicil dahulu. Sekarang dhuhur + Ashar + Magrib. Besok ditambah lagi. Terus esok lusa ditambah lagi. Jadi lama-lama kita terbiasa shalat 5 waktu).
iyo rek, ayo jama’ah. Aku suwe gak tau shalat pisan. Rasane aku pingin shalat saiki. Bek’e mene iso patheng sholate.”jawab yang lain.(iya rek, ayo jama’ah. Aku lama gak pernah sholat juga. Rasanya aku pngin shalat sekarang. Siapa tau besok sholatnya bisa penuh).
iyo gak po-po, timbang gak tau sholat blas lho. Iyo, dicicil disik wes. Setuju aku lak ngunu.” Seseorang menimpali.(iya, tidak apa-apa, dari pada tidak pernah sholat sama sekali lho. Iya, dicicil dahulu aja. Setuju kalau begitu aku)
Tiba-tiba mataku rabun. Air mata telah membasahi kedua mataku. Aku mengalihkan pandangan ke sudut yang lain. Ya, aku. Aku yang sudah lupa tuhanku. Aku melupakan sholatku sejak januari lalu. Aku malu ya Tuhan,, Aku malu.. aku yang sedari beberapa bulan lalu engkau masih beri sejuta fasilitas untuk dapat bertahan hidup dengan sangat layak masih tetap tidak mengingatmu. Aku ingkar padamu ya tuhan. Aku lupa, aku lupa kalau aku pernah engkau beri sejuta kemudahan. Aku lupa..
Rasanya setiap nafas kini sangat berarti, setiap detik sangat bernilai. Setiap orang yang muncul dalam kehidupan ini sangat berharga. Ini nasib dan takdir yang kupilih. Dan sejak perbincangan pagi itu, aku mulai mencoba memenuhi tuntunan shalatku. Aku hanya tidak ingin menjadi hamba yang hina dan tidak tahu diri. Aku tetap bersujud kepada-Mu, Tuhanku…

 Malang, Maret 2013