post Istimewa

Selasa, 18 Februari 2014

melankolis kehidupan


Pernah suatu kali aku bertanya dalam diamku. Tuhan… kenapa aku mempunyai dua mata, dua telinga, dan sebuah bibir? Dua tangan dan dua kaki dengan sebuah hati dan otak? Kenapa semua orang tercipta seperti itu? Apa tidak ada orang yang diciptakan dengan rupa yang berbeda? Dan kenapa mereka malah disebut kelainan? Dalam diamku dan temaram cahaya, tidak ada jawaban yang kudengar. Hanya rintihan kesakitan diriku sendiri yang semakin menderu dan romantisa hati yang terus meminta jawaban.

Aku tidak tahu bagaimana menghakimi kehidupan. Semua orang hanya tau Dia-lah yang tau arti kehidupan. Hanya Dia… tiada yang lain selain Dia…

Aku terus mencari jawaban dari pertanyaanku sendiri. Ini sungguh mustahil untuk dipahami. Aku tak mampu berfikir lagi. Pikiranku beku, darahku mendidih, jantungku berdegub tak beraturan. Dunia masih tetap tidak memberiku jawaban yang kuiinginkan.

Kenapa?... kenapa?...

Hingga tanpa sebuah peringatan yang berarti ketika aku berjalan dengan wajah yang lusuh, aku temui seorang malaikat berendakan permata… wajahnya teduh, seperti teja seorang ksatria. Ya, dialah yang mampu menjawab pertanyaanku dengan jelas. Tanpa serta merta menggurui dan menyudutkanku.

Kenapa kita diciptakan dengan dua mata dan dua telinga sedang bibir kita hanya satu? Karena engkau sebagai manusia harus lebih banyak melihat dan mendengar setiap pertanda yang ada disekelilingmu dan mengucapkannya dengan bibir indah itu. Dia sengaja tidak memberimu sepasang bibir, agar kau tidak banyak berbicara hal-hal yang tidak perlu dibicarakan.

Dia juga hanya memberimu sepasang tangan dan sepasang kaki agar kau dapat dengan lincah bergerak, berpindah dan menolong yang lain. Agar mampu bermanfaat bagi yang lain. Juga hati dan sebuah otak, agar engkau mampu menyeimbangkan apa yang kau rasakan dan engkau pikirkan. Agar engkau tidak menggunakan ego pikiran dan melankolis hati yang mengikis hidupmu perlahan tanpa mampu kau imbangi. Ya, Dia yang sempurna telah menciptakanmu dengan sebaik-baiknya. Karena engkau begitu berharga… J


*menunggui hujan.