Genap seminggu sejak malam minggu abu-abu kemarin. Tak seorang pun bisa menyangka kalau
“sesuatu” yang dekat dengan kita, di tiap detik mata kita membuka mata, dimana
saja kita berada, bisa pergi meninggalkan kita begitu saja tanpa berpamitan. Mengenaskan
sekali..
Malam minggu lalu, sudah jauh-jauh hari aku merencanakan untuk
melihat sebuah pementasan teater di kampus tetangga. Melihat teater merupakan
hal yang sangat paling menyenangkan. Kita bisa memberikan penilaian kita, caci
maki, rasa takjub, koreksi perbaikan dan lebih sering “penghinaan” yang
bersifat membangun.
Seorang adik kosku menawarkan diri untuk ikut melihat
pementasan yang kebetulan digelar di fakultasnya, FEB UB. Tanpa punya firasat
apapun, kusambar tas kain Baliku dan menyalakan motor matic untuk dipanaskan
mesinnya terlebih dulu. Adik kosku mengikuti dibelakang. Malam minggu itu
pergilah kami berdua dengan rasa bahagia. Sempat beberapa kali mampir untuk
membeli jus dan ke sanggar. Cuaca Malang akhir-akhir ini terasa lebih dingin.
Kulihat jam tanganku, jam baru menunjukkan pukul 20.15 WIB. Mestinya
kita sudah terlambat 15 menit dari permulaan acara. Sampai di gedung D FEB UB. Motor
dimatikan dan sesegera mungkin ke meja administrasi untuk membeli tiket. Suasana
sudah tampak sepi, mungkin sebagian penonton sudah masuk gedung. Tak jauh dari
pintu masuk terlihat Bang Yossa, Sutradara lakon Samuel Becket. Sebuah pementasan
yang pernah digelar di Denpasar setahun lalu. Sutradaraku keren sekali, dengan
cambang dan rambut ala regge sepinggang membuatnya terlihat begitu Artistik. Aku
menyalaminya sebelum bergegas masuk gedung.
Tadi bang yossa sempat memintaku untuk mengirimkan sebuah
pesan singkat yang kemarin tak sengaja beliau hapus. Aku menyanggupinya, karena
lewat pesan singkat itu aku mengundang bang yossa untuk menjadi salah satu
pemateri diklat ruang teaterku. Sempat aku mengajaknya naik ke lantai atas,
tapi beliau bilang masih menunggu temannya. Maka aku dengan adik kosku naik ke
lantai atas.
Sampai didepan pintu aula pertunjukkan, seseorang meminta
tiketku dan mengijinkan aku masuk kedalam. Ternyata didalam memang sudah ramai,
aku mengambil posisi di sebelah utara tempat penonton. Satu ubin lebih tinggi
dari lantai dasar. Sehingga dari sudut manapun terlihat bahwa posisi dudukku paling
tinggi. Walaupun sempat beberapa kali mencuri perhatian penonton dari pemetasan
yang sedang berlangsung dengan batuk kerasku, aku mencoba cuek sajalah. Toh,
kalau sampai ada panitia yang datang buat ngusir juga sudah kusiapkan argumenku.
Ya iya lah, harusnya aula sunyi senyap dan diisi suara pemain di udara. Tapi batukku
malah berlomba ingin keluar. Batuk akut yang lebih dari seminggu ini masih juga
tak ingin pergi V_V*.
Pementasan selesai, sengaja aku mengajak adik kosku, Dillah
untuk pulang paling akhir. Semua penonton sudah banyak yang pulang, kesempatan
ini aku gunakan untuk mengucapkan salam dan berkenalan dengan teman-teman
teater kampus di Malang. Sembari mencari teman-teman teater yang berencana ke
Medan bulan oktober mendatang untuk menghadiri Temu Teater Mahasiswa Nasional. Banyak
dari mereka yang tidak berencana berangkat, tapi ada juga yang antusias.
Merasa informasi yang kubutuhkan cukup, aku dan Dilla pulang
kekosan. Tanpa sengaja, dilla berhenti di depan asrama mahasiswa KepRi untuk
membeli nasi goreng. Ruth, temanku asal Batam tinggal diasrama ini. Berniat untuk
menghubunginya, kuraih hp-ku didalam tas. Tasku hanya ada satu bagian tapi lama
kucari tak ada ketemu juga. Kukeluarkan semua isinya, buku, dompet, kunci,
kertas-kertas, dan tidak ada. Langsung saja
wajahku terasa panas dan mendadak sayu. Dilla mengajakku kembali ke Bawijaya. Kita
putar balik dan langsung menuju komplek gedung FEB. kembali ke Aula, kebetulan
para panitia sedang beres-beres ruangan. Kutanyai mereka, tapi tidak satu pun
yang tau. Aku miscall berkali-kali
memakai hp panitia. Aktif dan masih tidak ada yang nemuin. Merasa kecewa, Pulanglah
kita ke kosan.
Sepanjang malam yang kubisa hanya miscall hp-ku. Pernah sekali hp-ku mengirim pesan kosong malam itu
ke nomor hp dilla. Dan selanjutnya Off…
Berhari-hari tiada balik pula itu hp. Aku pergi kegaleri
Indosat untuk mengurus IM3-ku dan pergi ke Grapari Telkomsel, baru ketiga
kalinya, Simpatiku sudah berhasil ditangan. Maklum saja, aku tidak bisa
menyebutkan 3 nomor telp yang pernah kuhubungi dua bulan terakhir ini.
Seperti itulah kronologi hilangnya hp-ku. Ada beberapa hal
yang disayangkan. Semua kontak ponselku ludes, foto-foto yang akan kupublikasikan
melayang, beberapa frame perjuangan, foto-foto bersejarah, SMS dari orang-orang
tersayang hilang, bahkan ucapan selamat ulang tahun sejak pertama kali aku
punya hp pun otomatis hilang. Semuanya hilang, lenyap tak bersisa…
Walau sudah seminggu telah berlalu dan masih belum mendapati
gantinya. Aku bersyukur… mungkin ini salah satu cara yang ditawarkan oleh Allah
agar aku bisa berganti dengan yang baru dan bersabar sampai aku dapat yang
baru. Menikmati hidup memang paling
menyenangkan kalau kita selalu bersyukur :D
Selamat tinggal yang lama, Muncullah yang baru … \|V+V|/