post Istimewa

Minggu, 22 September 2013

Selamat tinggal yang lama, Muncullah yang baru

Genap seminggu sejak malam minggu abu-abu  kemarin. Tak seorang pun bisa menyangka kalau “sesuatu” yang dekat dengan kita, di tiap detik mata kita membuka mata, dimana saja kita berada, bisa pergi meninggalkan kita begitu saja tanpa berpamitan. Mengenaskan sekali..

Malam minggu lalu, sudah jauh-jauh hari aku merencanakan untuk melihat sebuah pementasan teater di kampus tetangga. Melihat teater merupakan hal yang sangat paling menyenangkan. Kita bisa memberikan penilaian kita, caci maki, rasa takjub, koreksi perbaikan dan lebih sering “penghinaan” yang bersifat membangun.

Seorang adik kosku menawarkan diri untuk ikut melihat pementasan yang kebetulan digelar di fakultasnya, FEB UB. Tanpa punya firasat apapun, kusambar tas kain Baliku dan menyalakan motor matic untuk dipanaskan mesinnya terlebih dulu. Adik kosku mengikuti dibelakang. Malam minggu itu pergilah kami berdua dengan rasa bahagia. Sempat beberapa kali mampir untuk membeli jus dan ke sanggar. Cuaca Malang akhir-akhir ini terasa lebih dingin.

Kulihat jam tanganku, jam baru menunjukkan pukul 20.15 WIB. Mestinya kita sudah terlambat 15 menit dari permulaan acara. Sampai di gedung D FEB UB. Motor dimatikan dan sesegera mungkin ke meja administrasi untuk membeli tiket. Suasana sudah tampak sepi, mungkin sebagian penonton sudah masuk gedung. Tak jauh dari pintu masuk terlihat Bang Yossa, Sutradara lakon Samuel Becket. Sebuah pementasan yang pernah digelar di Denpasar setahun lalu. Sutradaraku keren sekali, dengan cambang dan rambut ala regge sepinggang membuatnya terlihat begitu Artistik. Aku menyalaminya sebelum bergegas masuk gedung.

Tadi bang yossa sempat memintaku untuk mengirimkan sebuah pesan singkat yang kemarin tak sengaja beliau hapus. Aku menyanggupinya, karena lewat pesan singkat itu aku mengundang bang yossa untuk menjadi salah satu pemateri diklat ruang teaterku. Sempat aku mengajaknya naik ke lantai atas, tapi beliau bilang masih menunggu temannya. Maka aku dengan adik kosku naik ke lantai atas.

Sampai didepan pintu aula pertunjukkan, seseorang meminta tiketku dan mengijinkan aku masuk kedalam. Ternyata didalam memang sudah ramai, aku mengambil posisi di sebelah utara tempat penonton. Satu ubin lebih tinggi dari lantai dasar. Sehingga dari sudut manapun terlihat bahwa posisi dudukku paling tinggi. Walaupun sempat beberapa kali mencuri perhatian penonton dari pemetasan yang sedang berlangsung dengan batuk kerasku, aku mencoba cuek sajalah. Toh, kalau sampai ada panitia yang datang buat ngusir juga sudah kusiapkan argumenku. Ya iya lah, harusnya aula sunyi senyap dan diisi suara pemain di udara. Tapi batukku malah berlomba ingin keluar. Batuk akut yang lebih dari seminggu ini masih juga tak ingin pergi V_V*.

Pementasan selesai, sengaja aku mengajak adik kosku, Dillah untuk pulang paling akhir. Semua penonton sudah banyak yang pulang, kesempatan ini aku gunakan untuk mengucapkan salam dan berkenalan dengan teman-teman teater kampus di Malang. Sembari mencari teman-teman teater yang berencana ke Medan bulan oktober mendatang untuk menghadiri Temu Teater Mahasiswa Nasional. Banyak dari mereka yang tidak berencana berangkat, tapi ada juga yang antusias.

Merasa informasi yang kubutuhkan cukup, aku dan Dilla pulang kekosan. Tanpa sengaja, dilla berhenti di depan asrama mahasiswa KepRi untuk membeli nasi goreng. Ruth, temanku asal Batam tinggal diasrama ini. Berniat untuk menghubunginya, kuraih hp-ku didalam tas. Tasku hanya ada satu bagian tapi lama kucari tak ada ketemu juga. Kukeluarkan semua isinya, buku, dompet, kunci, kertas-kertas,  dan tidak ada. Langsung saja wajahku terasa panas dan mendadak sayu. Dilla mengajakku kembali ke Bawijaya. Kita putar balik dan langsung menuju komplek gedung FEB. kembali ke Aula, kebetulan para panitia sedang beres-beres ruangan. Kutanyai mereka, tapi tidak satu pun yang tau. Aku miscall berkali-kali memakai hp panitia. Aktif dan masih tidak ada yang nemuin. Merasa kecewa, Pulanglah kita ke kosan.

Sepanjang malam yang kubisa hanya miscall hp-ku. Pernah sekali hp-ku mengirim pesan kosong malam itu ke nomor hp dilla. Dan selanjutnya Off…
Berhari-hari tiada balik pula itu hp. Aku pergi kegaleri Indosat untuk mengurus IM3-ku dan pergi ke Grapari Telkomsel, baru ketiga kalinya, Simpatiku sudah berhasil ditangan. Maklum saja, aku tidak bisa menyebutkan 3 nomor telp yang pernah kuhubungi dua bulan terakhir ini.

Seperti itulah kronologi hilangnya hp-ku. Ada beberapa hal yang disayangkan. Semua kontak ponselku ludes, foto-foto yang akan kupublikasikan melayang, beberapa frame perjuangan, foto-foto bersejarah, SMS dari orang-orang tersayang hilang, bahkan ucapan selamat ulang tahun sejak pertama kali aku punya hp pun otomatis hilang. Semuanya hilang, lenyap tak bersisa…

Walau sudah seminggu telah berlalu dan masih belum mendapati gantinya. Aku bersyukur… mungkin ini salah satu cara yang ditawarkan oleh Allah agar aku bisa berganti dengan yang baru dan bersabar sampai aku dapat yang baru.  Menikmati hidup memang paling menyenangkan kalau kita selalu bersyukur :D

Selamat tinggal yang lama, Muncullah yang baru … \|V+V|/