post Istimewa

Kamis, 01 Agustus 2013

Aku Wagiati

Aku sepotong asap yang menderu karena batu
Sehisap sulfur dalam pembaringan yang tak biasa
Merengkuh bubuy bulan bertalian bunga cubung
Menangkap secercah di lubang - lubang pasir

Aku Wagiati, janda paruh baya yang ditinggal mati suaminya sesaat sebelum bayiku lahir. Yang sempat diusir dari rumahku sendiri karena mempertahankan hak-ku. Suami pertamaku  jatuh dari pohon kelapa dan pergi seketika. Selanjutnya masih 3 tahun lebih muda dariku. Dia pun juga tidak lama. Setelah mendapat warisan orangtuaku, kaburlah dia dengan simpanannya.

Aku Wagiati, yang dengan kedua tangannya menghunus pedang kearah kebiadaban. Meski aku mati semburat, darahku dan misiku akan terus berlaku di sepanjang garis bumi. Karena kebiadabanlah yang telah menyeka gula menjadi kopi, kayu menjadi arang. Maka, sesekali tak kubiarkan yang batil merebut hak-ku. Biarlah pedang algojo menebus leherku, aku tak pernah takut mati.

Aku Wagiati, janda paruh baya yang miskin papa. aku terlahir bukan untuk menderita dan mati sia-sia dan dengan ini aku bersaksi bahwasannya aku terlahir bukan untuk mati.